14 Agustus 2007

Ketegaran hadapi Kanker

Kanker Payudara tetaplah sebuah ancaman mematikan bagi wanita, tetapi Carolyn Forsyth, warga Creston-Kenilworth, punya cara lain saat menghadapi kenyataan ancaman itu.

Dia mendapati diagnosa yang menyatakan telah mengidap kanker payudara dalam usianya ke 34, di bulan Mei 2005, dalam stadium III. Tentu saja tindakan untuk menghindarkan penularannya adalah kemoterapi, lumpectomy dan pembuangan lalu radiasi.

Apa komentar Carolyn saat itu ?
Begitu banyak yang harus dilalui dan sungguh menyakitkan. Saya pikir dengan berolahraga akan cukup berguna untuk menguranginya.
Maka Carolyn memilih triathlon. Dan dia memulainya dalam bulan Desember 2005.
Catatan prestasi pertamanya adalah kejuaraan di Seattle Danskin, di bulan Agustus 2006, dalam waktu kurang dari 2 jam ! Dia merasa lebih baik melakoni olahraga ini dibanding terbaring menunggu kemoterapi selama setahun, saat berlatih untuk triathlon ini.
Dalam setahun tersebut, Carolyn telah mencatatkan diri dalam empat kegiatan sejenis. Sebuah cara tegar menghadapi ancaman kanker yang mematikan.(suhermin ap)

01 Agustus 2007

Bagaiamana Perempuan Mengatur Waktu Nonton TV

Betapa sulitnya mengatur waktu nonton televisi.., ‘kotak ajaib’ ini memang benar- benar menjadi daya tarik yang luar biasa bagi kita, apalagi media yang satu ini tahu betul memanjakan perempuan dengan berbagai tayangan yang menghibur sekaligus bisa ‘menghanyutkan’ bila penonton tidak hati-hati.. Nah seni mengatur nonton TV harus dimiliki oleh seorang perempuan, karena itu Ragam Perempuan, sabtu 28 Juli 2007 mengangkat tema ‘Bagaimana Perempuan Mengatur Waktu Nonton TV’

Perempuan adalah segmen gender yang pas untuk media televisi, perempuan dan anak dianggap memiliki waktu yang lebih panjang, demikian kata
Dra Listianingsih Msi – Pengamat Komunikasi dari Universitas Airlangga Surabaya, yang diundang dalam diskusi Ragam Perempuan. Terlihat dari komposisi tayangan TV, mayoritas tayangan yang diminati dan dibuat untuk perempuan, seperti sinetron, infotainment, kuliner, reality show dan lainnya.

Mengatur waktu nonton TV, sangat perlu. Kalau tidak, kita bisa kehilangan waktu untuk bersosialisi dengan lingkungan sekitar, kita juga akan kehilangan waktu berkomunikasi dengan anak-anak dan ini bisa ancaman yang nyata.. kita bisa kehilangan keharmonisan dalam keluarga.

Percuma kita minta anak jangan nonton , tapi orang-orang dewasa di rumah menonton TV, dengan sikap seperti ini anak-anak justru merasa di-diskriminasi. Ibu harus waspada, memilih dan mengelola waktu menonton TV adalah pilihan yang bijak. Jangan sampai kita dikendalikan oleh TV, baik waktu atau perilaku kita.

Listianingsih mengatakan, kadang-kadang kita sulit beranjak dari tempat duduk di depan TV. Karena keasyikan, kita-pun bisa melupakan aktifitas-aktifitas lain yang lebih penting. Gemerlap tayangan TV dan iklan televisi, tidak jarang mampu merubah sikap orang. Contoh gampang, kita sering membeli barang bukan atas pertimbangan kepentingan atau kebutuhan, tapi karena sering lihat ‘iklan’ itu muncul di TV, dan ujung-ujungnya perempuan bisa terdorong jadi konsumen media, yang juga menjadi konsumtif terhadap barang-barang yang tidak perlu.

Asyik nonton televisi juga mendorong kita untuk ngemil. Menjadi tidak sehat kalau posisi duduk lama, tidak beraktifitas dan akhirnya obesitas, jantung dan lainnya.

Talk Show Ragam Perempuan yang membahas soal Perlunya perempuan mengatur nonton TV, juga menyinggung tentang, bagaimana orang tua konsisten terhadap aturan-aturan. Atau kesepakatan-kesepakatan yang dibuat dirumah. Diantaranya soal kapan waktu yang tepat untuk nonton televisi, berapa jam boleh nonton televisi, dan mana tayangan yang boleh ditonton. Sehingga perempuan atau Ibu, benar-benar bisa menjadi pengontrol apapun media yang dikonsumsi anak-anak dan anggota keluarga yang lain.


Televisi dan Anak 

Berapa jam anak menonton televisi? Rata-rata anak Indonesia, menonton TV jauh lebih lama dibanding dengan jam belajar mereka di sekolah. Mereka menghabiskan sekitar 1.600 jam untuk menonton TV, dan hanya sekitar 740 jam untuk belajar di sekolah.

Perhitungan ini didasarkan pada hasil penelitian YPMA tahun 2006 mengenai jumlah jam menonton TV pada anak di Jakarta-Bandung yang mendapati angka sekiar 30-35 jam seminggu, atau 4,5 jam dalam sehari sehingga dalam setahun mencapai kurang lebih 1.600 jam. Sementara jumlah hari sekolah yang hanya sekitar 185 hari dalam setahun dengan 5 jam perhari untuk kelas tinggi dan 3 jam untuk kelas rendah, menghasilkan angkat rata-rata anak belajar di sekolah dalam setahun hanya 740 jam. Selain menonton televisi, anak-anak juga mengkonsumsi jenis media yang lain seperti video game, komik, internet, dan lain-lain sehingga total waktu yang digunakan untuk mengkonsumsi media diperkirakan hampir 2.500 jam atau sekitar 7 jam dalam sehari.

Dari semua media yang diakses oleh anak-anak, televisi adalah media yang paling dominan dan paling berpengaruh. Contoh nyatanya adalah jatuhnya 2 anak korban meninggal dan puluhan lainnya luka dan cacat akibat menirukan adegan dalam tayangan TV Smackdown. Namun sayangnya dalam interaksi antara anak dengan televisi ini, ada beberapa kondisi yang sangat merugikan anak:

• Pertama, belum terbentuk pola kebiasaan menonton TV yang sehat. Menonton TV yang sehat, setidaknya mencakup 2 hal yakni memperhatikan isi acara yang ditonton yang harus sesuai dengan usia anak, dan kapan waktu menonton serta lamanya menonton yang semestinya tidak lebih dari 2 jam sehari. Di sekolah, anakanak tidak mendapatkan Pendidikan Media atau 'Media Education' yang sangat penting bagi mereka dalam menghadapi perkembangan teknologi komunikasi ddan informasi. Kebiasaan menonton televisi orangtua yang takut kehilangan episode sinetron, juga sangat mempengaruhi pola kebiasaan anak

• Kedua, isi acara TV yang kebanyakan tidak aman untuk anak. Pengelola televisi pada umumnya tidak memperhatikan kepentingan dan perlindungan terhadap kelompok pemirsa anak. Dalam kaitan ini, kondisi pertelevisian kita saat ini sangat memprihatinkan.

• Ketiga, tidak adanya peraturan mengenai 'jam anak' dan acara yang dapat ditayangkan oleh stasi un televisi pada saat anak biasa menonton TV (pagi - siang sore hari).

Harus dilakukan upaya untuk menekan kondisi-kondisi yang merugikan anak tersebut. Salah satunya adalah dengan membangun dan mengembangkan sikap kritis dalam mengkonsumsi siaran televisi, agar dampak negatif menonton televisi dapat ditekan serendah mungkin. Selain itu, perlu dilakukan upaya untuk menekan dan mempengaruhi industri penyiaran agar lebih memperhatikan isi tayangan dan pola penyiaran yang memperlihatkan adanya perlindungan terhadap anak.
(Data diambil dari www.kidia.org)


Dampak Negatif menonton TV berlebihan 
1. Anak usia 0 – 4 tahun : mengganggu pertumbuhan otak, menghambat pertumbuhan bicara, kemampuan membaca verbal atau memahaminya.
2. Anak usia 5 – 10 tahun, meningkatkan agresivitas dan tindak kekerasan.
3. Tidak mampu membedakan antara realitas dan khayalan
4. Perilaku konsumtif karena iklan
5. Mengurangi semangat belajar
6. Pola pikir sederhana, suka jalan pintas untuk memenuhi keinginannya
7. Mengganggu konsentrasi belajar
8. Merenggangkan hubungan antar anggota keluarga
9. Matang secara seksual lebih cepat, asupan gizi yang bagus dan adegan seks yang seringkali disaksikan anak-anak, menjadikan mereka lebih cepat matang secara seksual

Apa Yang Harus Kita lakukan
1. Pilih acara yang sesuai dengan anak-anak
2. Dampingi mereka nonton
3. Jadilah panutan bagi anak, jangan nonton TV kalau anda melarang mereka
4. Hindarkan meletakkan TV dikamar mereka
5. Tanyakan acara favorit mereka, bantu mereka untuk memahami jalannya acara secara keseluruhan
6. Diskusi setelah menonton TV
7. Ajak mereka keluar rumah untuk menikmati alam dan lingkungan, bersosialisasi secara posistif dengan orang lain
8. Perbanyak membaca buku
9. Perbanyak memperdengarkan radio atau memutar kaset sebagai ganti menonton TV
(Data yang diambil dari berbagai sumber)