15 November 2007

MELATIH ANAK MENABUNG

Tumbuh kembang anak, selalu butuh campur tangan dari Orang Tua. Termasuk dalam hal kemampuan mengelola keuangan, mau jadi anak yang hemat, atau mungkin konsumtif dan boros. Ini semua ternyata sangat tergantung pola asuh orang tua. Dalam Ragam Perempuan, edisi 27 Oktober 2007 diungkap soal bagaimana melatih anak agar gemar menabung. Menghadirkan Guntari Hudiwinarti SE MM RFP, Direktur Finnancial Planner Association Indonesia (FPAI), dan Anna Mukernawati Ibu Aktifis LSM perempuan Safi Amira sebagai testimoni.

Menurut Ana Mukernawati, melatih anak untuk menabung harus dimulai sejak mereka kecil, diantaranya dengan cara yang sederhana menceritakan soal 'arti uang' dan mengajak anak untuk berhemat. Biasanya mereka akan lebih bersemangat kalau ada barang yang ingin dibeli. Ana mencontohkan anaknya ingin sekali
ketika anak pertamanya ingin beli sepeda, maka dia menyiapkan celengan untuk menabung. Tidak hanya itu, supaya si anak bersemangat, waktu celengan penuh dan dibuka uang recehan itulah yang dibawa ke Toko Sepeda. "wah.. pemilik tokonya kaget kok belinya pake uang recehan segepok, tapi begitulah.. anak saya jadi seneng dan semangat menabung" demikian kata Ana Mukernawati Ibu dua anak, menceritakan saat-saat menyenangkan ketika anak diajak memetik hasil tabungan mereka.

Sementara itu Guntari Hudiwinarti, perencana keuangan yang biasa dipanggil Ita ini mengatakan, anak harus dipancing dengan sesuatu yang menyenangkan. Misalnya dengan barang yang mereka inginkan. Sementara orang tua juga harus menjadi contoh, karena anak yang pasti akan mengikuti apa yang dilakukan orang tua, konsistensi orang tua dalam pengelolaan uang juga perlu. Sedini mungkin anak bisa diajarkan soal arti uang sebagai alat tukar, caranya juga bisa diajarkan dengan memberi uang saku mingguan. Dengan demikian, anak akan belajar menghitung dan menghemat.

Ada beberapa Tips Singkat untuk untuk mengajarkan pengelolaan keuangan pada anak, rangkuman dari Talkshow Ragam Perempuan, diantaranya :
1. Mulai dari ortu sendiri, lakukan pengelolaan keuangan yang baik sebagai contoh bagi anak.
2. Melibatkan anak dalam pengelolaan keuangan keluarga anda, jangan beranggapan bahwa masalah keuangan adalah urusan orang dewasa.
3. Pahami kebutuhan anak remaja dan pahami "bahasa" mereka,
4. Tekankan pada mereka untuk menjadi diri sendiri sesuai dengan kepribadian dan kemampuan.
5. Ajak anak untuk mengidentifikasi sumber penghasilan dan pengeluaran mereka dan ajari cara menganalisanya, tentukan budget dan tekankan dia hanya boleh belanja sesuai budget.
6. Ajarkan perbedaan antara kebutuhan (needs) dan keinginan (wants)
7. Ajarkan cara mengelola uang dengan benar, membuat skala prioritas dan merencanakan kebutuhan besar, membagi pengeluaran menjadi 3 (tabung, amal, belanja)
8. Beri kepercayaan kepada mereka untuk mengelola uangnya sendiri dan beri ruang untuk kesalahan.
9. Konsisten dan selalu lakukan evaluasi, dan jangan lupa apresiasi upaya anak mengelola keuangan.

14 Agustus 2007

Ketegaran hadapi Kanker

Kanker Payudara tetaplah sebuah ancaman mematikan bagi wanita, tetapi Carolyn Forsyth, warga Creston-Kenilworth, punya cara lain saat menghadapi kenyataan ancaman itu.

Dia mendapati diagnosa yang menyatakan telah mengidap kanker payudara dalam usianya ke 34, di bulan Mei 2005, dalam stadium III. Tentu saja tindakan untuk menghindarkan penularannya adalah kemoterapi, lumpectomy dan pembuangan lalu radiasi.

Apa komentar Carolyn saat itu ?
Begitu banyak yang harus dilalui dan sungguh menyakitkan. Saya pikir dengan berolahraga akan cukup berguna untuk menguranginya.
Maka Carolyn memilih triathlon. Dan dia memulainya dalam bulan Desember 2005.
Catatan prestasi pertamanya adalah kejuaraan di Seattle Danskin, di bulan Agustus 2006, dalam waktu kurang dari 2 jam ! Dia merasa lebih baik melakoni olahraga ini dibanding terbaring menunggu kemoterapi selama setahun, saat berlatih untuk triathlon ini.
Dalam setahun tersebut, Carolyn telah mencatatkan diri dalam empat kegiatan sejenis. Sebuah cara tegar menghadapi ancaman kanker yang mematikan.(suhermin ap)

01 Agustus 2007

Bagaiamana Perempuan Mengatur Waktu Nonton TV

Betapa sulitnya mengatur waktu nonton televisi.., ‘kotak ajaib’ ini memang benar- benar menjadi daya tarik yang luar biasa bagi kita, apalagi media yang satu ini tahu betul memanjakan perempuan dengan berbagai tayangan yang menghibur sekaligus bisa ‘menghanyutkan’ bila penonton tidak hati-hati.. Nah seni mengatur nonton TV harus dimiliki oleh seorang perempuan, karena itu Ragam Perempuan, sabtu 28 Juli 2007 mengangkat tema ‘Bagaimana Perempuan Mengatur Waktu Nonton TV’

Perempuan adalah segmen gender yang pas untuk media televisi, perempuan dan anak dianggap memiliki waktu yang lebih panjang, demikian kata
Dra Listianingsih Msi – Pengamat Komunikasi dari Universitas Airlangga Surabaya, yang diundang dalam diskusi Ragam Perempuan. Terlihat dari komposisi tayangan TV, mayoritas tayangan yang diminati dan dibuat untuk perempuan, seperti sinetron, infotainment, kuliner, reality show dan lainnya.

Mengatur waktu nonton TV, sangat perlu. Kalau tidak, kita bisa kehilangan waktu untuk bersosialisi dengan lingkungan sekitar, kita juga akan kehilangan waktu berkomunikasi dengan anak-anak dan ini bisa ancaman yang nyata.. kita bisa kehilangan keharmonisan dalam keluarga.

Percuma kita minta anak jangan nonton , tapi orang-orang dewasa di rumah menonton TV, dengan sikap seperti ini anak-anak justru merasa di-diskriminasi. Ibu harus waspada, memilih dan mengelola waktu menonton TV adalah pilihan yang bijak. Jangan sampai kita dikendalikan oleh TV, baik waktu atau perilaku kita.

Listianingsih mengatakan, kadang-kadang kita sulit beranjak dari tempat duduk di depan TV. Karena keasyikan, kita-pun bisa melupakan aktifitas-aktifitas lain yang lebih penting. Gemerlap tayangan TV dan iklan televisi, tidak jarang mampu merubah sikap orang. Contoh gampang, kita sering membeli barang bukan atas pertimbangan kepentingan atau kebutuhan, tapi karena sering lihat ‘iklan’ itu muncul di TV, dan ujung-ujungnya perempuan bisa terdorong jadi konsumen media, yang juga menjadi konsumtif terhadap barang-barang yang tidak perlu.

Asyik nonton televisi juga mendorong kita untuk ngemil. Menjadi tidak sehat kalau posisi duduk lama, tidak beraktifitas dan akhirnya obesitas, jantung dan lainnya.

Talk Show Ragam Perempuan yang membahas soal Perlunya perempuan mengatur nonton TV, juga menyinggung tentang, bagaimana orang tua konsisten terhadap aturan-aturan. Atau kesepakatan-kesepakatan yang dibuat dirumah. Diantaranya soal kapan waktu yang tepat untuk nonton televisi, berapa jam boleh nonton televisi, dan mana tayangan yang boleh ditonton. Sehingga perempuan atau Ibu, benar-benar bisa menjadi pengontrol apapun media yang dikonsumsi anak-anak dan anggota keluarga yang lain.


Televisi dan Anak 

Berapa jam anak menonton televisi? Rata-rata anak Indonesia, menonton TV jauh lebih lama dibanding dengan jam belajar mereka di sekolah. Mereka menghabiskan sekitar 1.600 jam untuk menonton TV, dan hanya sekitar 740 jam untuk belajar di sekolah.

Perhitungan ini didasarkan pada hasil penelitian YPMA tahun 2006 mengenai jumlah jam menonton TV pada anak di Jakarta-Bandung yang mendapati angka sekiar 30-35 jam seminggu, atau 4,5 jam dalam sehari sehingga dalam setahun mencapai kurang lebih 1.600 jam. Sementara jumlah hari sekolah yang hanya sekitar 185 hari dalam setahun dengan 5 jam perhari untuk kelas tinggi dan 3 jam untuk kelas rendah, menghasilkan angkat rata-rata anak belajar di sekolah dalam setahun hanya 740 jam. Selain menonton televisi, anak-anak juga mengkonsumsi jenis media yang lain seperti video game, komik, internet, dan lain-lain sehingga total waktu yang digunakan untuk mengkonsumsi media diperkirakan hampir 2.500 jam atau sekitar 7 jam dalam sehari.

Dari semua media yang diakses oleh anak-anak, televisi adalah media yang paling dominan dan paling berpengaruh. Contoh nyatanya adalah jatuhnya 2 anak korban meninggal dan puluhan lainnya luka dan cacat akibat menirukan adegan dalam tayangan TV Smackdown. Namun sayangnya dalam interaksi antara anak dengan televisi ini, ada beberapa kondisi yang sangat merugikan anak:

• Pertama, belum terbentuk pola kebiasaan menonton TV yang sehat. Menonton TV yang sehat, setidaknya mencakup 2 hal yakni memperhatikan isi acara yang ditonton yang harus sesuai dengan usia anak, dan kapan waktu menonton serta lamanya menonton yang semestinya tidak lebih dari 2 jam sehari. Di sekolah, anakanak tidak mendapatkan Pendidikan Media atau 'Media Education' yang sangat penting bagi mereka dalam menghadapi perkembangan teknologi komunikasi ddan informasi. Kebiasaan menonton televisi orangtua yang takut kehilangan episode sinetron, juga sangat mempengaruhi pola kebiasaan anak

• Kedua, isi acara TV yang kebanyakan tidak aman untuk anak. Pengelola televisi pada umumnya tidak memperhatikan kepentingan dan perlindungan terhadap kelompok pemirsa anak. Dalam kaitan ini, kondisi pertelevisian kita saat ini sangat memprihatinkan.

• Ketiga, tidak adanya peraturan mengenai 'jam anak' dan acara yang dapat ditayangkan oleh stasi un televisi pada saat anak biasa menonton TV (pagi - siang sore hari).

Harus dilakukan upaya untuk menekan kondisi-kondisi yang merugikan anak tersebut. Salah satunya adalah dengan membangun dan mengembangkan sikap kritis dalam mengkonsumsi siaran televisi, agar dampak negatif menonton televisi dapat ditekan serendah mungkin. Selain itu, perlu dilakukan upaya untuk menekan dan mempengaruhi industri penyiaran agar lebih memperhatikan isi tayangan dan pola penyiaran yang memperlihatkan adanya perlindungan terhadap anak.
(Data diambil dari www.kidia.org)


Dampak Negatif menonton TV berlebihan 
1. Anak usia 0 – 4 tahun : mengganggu pertumbuhan otak, menghambat pertumbuhan bicara, kemampuan membaca verbal atau memahaminya.
2. Anak usia 5 – 10 tahun, meningkatkan agresivitas dan tindak kekerasan.
3. Tidak mampu membedakan antara realitas dan khayalan
4. Perilaku konsumtif karena iklan
5. Mengurangi semangat belajar
6. Pola pikir sederhana, suka jalan pintas untuk memenuhi keinginannya
7. Mengganggu konsentrasi belajar
8. Merenggangkan hubungan antar anggota keluarga
9. Matang secara seksual lebih cepat, asupan gizi yang bagus dan adegan seks yang seringkali disaksikan anak-anak, menjadikan mereka lebih cepat matang secara seksual

Apa Yang Harus Kita lakukan
1. Pilih acara yang sesuai dengan anak-anak
2. Dampingi mereka nonton
3. Jadilah panutan bagi anak, jangan nonton TV kalau anda melarang mereka
4. Hindarkan meletakkan TV dikamar mereka
5. Tanyakan acara favorit mereka, bantu mereka untuk memahami jalannya acara secara keseluruhan
6. Diskusi setelah menonton TV
7. Ajak mereka keluar rumah untuk menikmati alam dan lingkungan, bersosialisasi secara posistif dengan orang lain
8. Perbanyak membaca buku
9. Perbanyak memperdengarkan radio atau memutar kaset sebagai ganti menonton TV
(Data yang diambil dari berbagai sumber)

23 Juli 2007

WASPADAI KEAMANAN JAJANAN ANAK

Minggu ini, anak-anak mulai sekolah kembali, Ibu-ibu yang waspada mulai resah dengan keamanan jajanan anak-anak. Tapi tidak sedikit masyarakat yang memiliki kewaspadaan yang rendah atas kualitas jajanan anak terutama di sekolah. Ini mengakibatkan, anak-anak terancam mengidap penyakit mulai yang ringan sampai berbahaya. Karena itu Ragam Perempuan Sabtu 21 Juli 2007 di Radio Suara Surabaya, mengangkat topik ‘Waspadai keamanan jajanan anak kita’


Menurut Rizal Syarief - kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Pertanian Bogor (LPPM IPB), jajanan anak sekolah tidak selamanya bersih. Sering kali terkontaminasi oleh bakteri dan asap kendaraan bermotor. Tidak sedikit juga pedagang menggunakan bahan kimia berbahaya dan anak-anak umumnya tidak mengetahui kandungan jajanan tersebut, sementara Ibu atau orang tua juga kurang perhatian.

Kemasan dan warna-warni yang menarik, membuat orang tua kadang angkat tangan karena kue atau makanan bekal dari rumah, sering kali tidak terjamah oleh anak-anak.
kalah menarik dengan kue yang dijual para pedagang.

MAYA – Konselor Gizi dari Rumah Gizi Natural Green mengatakan, dalam jajanan anak sering kali ditemukan bakteri atau bahan kimia yang dilarang. Misalnya saja bahan pengawet, pewarna, atau perasa, yang dilarang. Dalam dosis kecil, bahan-bahan kimia ini bisa ditolerir oleh tubuh kita, tapi karena kebanyakan makanan yang dikonsumsi mengandung bahan kimia tersebut, maka didalam tubuh kita akan semakin banyak kandungan bahan kimia yang dilarang.

Konsumsi makanan atau jajanan yang mengandung bahan kimia ini tidak hanya berdampak pada kesehatan tubuh saja, tapi bisa berdampak pada kesehatan jiwa anak. Maya menyebutkan dari hasil penelitian, 97 % anak yang mengkonsumsi bahan kimia berbahaya dalam makanan, akan mengalami batuk, dehidrasi, gatal, panas, sampai radang tenggorokan dan gangguan pencernakan.

Dalam tahapan berikutnya, agresifitas anak akan meningkat. Mereka mudah marah dan bertingkah. Gejala pada fisik ini munculnya lebih cepat dibanding gejala yang menyerang pada psikologis anak, hanya 10 menit setelah anak mengkonsumsi jajanan yang mengadung bahan kimia berbahaya.

Dalam diskusi Ragam Perempuan sabtu 21 Juli lalu, Radio Suara Surabaya juga menghadirkan Ibu Balqis Nurmajemun, seorang Ibu Rumah Tangga, sekaligus wanita karier yang memiliki banyak aktifitas di luar rumah. Peremppuan yang aktif di LSM dan organisasi sosial diantaranya USAID ini mengatakan, mengkomunikasikan soal keamanan jajanan anak kita sangat penting dilakukan.

Kebetulan dua putranya, sejak dini sudah dilatih untuk waspada pada semua makanan yang akan di konsumsi. Karena faktor keturunan, putranya mengalami alergi seperti yang diderita Ibu Balqis dan suami. Sebagai Ibu rumah tangga, Bagqis selalu berkonsultasi dengan dokter, tentang makanan yang harus dihindari dan diwaspadai.

Putranya yang berusia 5 setengah tahun ini, tidak pernah diberi uang saku, Balqis-pun rajin membuatkan bekal dari rumah yang dijamin keamanannya. Dari kecil si putra juga dilatih mengerti dan sadar memilih makanan, sehingga bisa mengontrol keinginan jajan sikecil meskipun diluar sana banyak anak yang jajan. Kesadaran akan kesehatan makanan tidak hanya dimunculkan dari anak dan orang tua, tapi pada setiap anggota keluarga, termasuk pembantu yang menolong pekerjaan kita setiap hari.

Bahan bahaya yang sering ditambahkan ke dalam makanan antara lain, pewarna merah rhodamin B, boraks, atau asam borat (boric acid) dan senyawanya, serta formalin. Rhodamin B adalah pewarna merah terang yang diproduksi untuk industri tekstil. Rhodamin B bersifat racun dan bisa menyebabkan kanker. Kelebihan dosis makanan ini bisa menyebabkan keracunan. Berbahaya jika tertelan, terhirup, ataupun terserap melalui kulit. Gejala keracunan meliputi iritasi pada paru-paru, mata, tenggorokan, hidung dan usus. Zat warna ini bukan hanya disalahgunakan pada makanan, tetapi juga bahan baku kosmetik.

Sedangkan boraks biasanya digunakan pada deterjen. Sifatnya sangat beracun, sehingga sama sekali tidak boleh dipakai untuk campuran makanan. Asam borat yang masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan mual, muntah, diare, sakit perut, penyakit kulit, kerusakan ginjal, kegagalan sistem sirkulasi akut, hingga kematian.

Sedangkan formalin bisa menyebabkan kanker (karsinogen) dan menimbulkna rasa terbakar pada tenggorokan serta perut jika terminum.

Meski dampaknya sangat bahaya. pemakaian Rhodamin B, Amaranth, Methanyl Yellow, formalin, atau borax masih seirng dipakai di kalangan pedagang. selama ini Balai POM tidak bisa menjangkau penggunaan bahan kimia di makanan, karena pengawasan tidak sampai pada proses produksi. Karena itu Ir PAIDI PRAWIROREJO – Direktur Lembaga Perlindungan Konsumen Surabaya mengatakan, perlu ada Perda yang mengatur soal keamanan jajanan di sekolah dan makanan ringan yang diproduksi Industri kecil atau Indusri Rumah tangga.

Dalam diskusi selama 1 jam ini, beberapa pendengar Ragam Perempuan sepakat akan pentingnya kewaspadaan soal keamanan jajanan anak-anak kita. Apalagi terhadap jajanan tanpa merk. Membuat kantin sehat di sekolah adalah satu diantara alternatif solusi.

Sementara itu, penting juga dilakukan pembinaan pad apedagang makanan di sekolah-sekolah, lewat jejaring instansi terkait, seperti sekolah, Badan POM, dan Depdag. Sosialisasi dan kepedulian ini butuh kepedulian semua pihak dan kebersamaan, demikian kata Balqis.

Seperti yang disampaikan Helmi, satu diantara penelpon diskusi Ragam Perempuan. gerakan bersama perlu dilakukan untuk memberantas pemakaian bahan-bahan berbahaya pada makanan anak-anak. Helmi yang kini mengidap kanker kandung kemih mengatakan, sangat prihatin dan ingin makanan yang menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya dibasmi, keinginann ini begitu kuat, apalagi dokter memvonis penyakitnya ini dipicu karena makanan-makanan tidak sehat, diantaranya bahan kimia yang terkandung dalam fast food yang selama 20 tahun dikonsumsinya.

Jadi Ibu, sebelum semua terlambat mari lihat kembali.. apa saja yang biasa dikonsumsi anak-anak kita. Produk yang berdedar disekitar kita belum tentu aman.
Kembali ke bahan alami, bisa menjadi satu diantara alternatif untuk memperkecil resiko terkontaminasi bahan-bahan bahaya yang ada dalam makanan kita, terutama bagi anak-anak kita yang perjalanan hidupnya masih panjang..